Sabtu, 08 November 2014

Beda Drone dengan Pesawat Tanpa Awak

Binjai Tech - Penggunaan pesawat tanpa awak di bidang militer semakin populer. Bahkan, pesawat yang biasa disebut drone itu merupakan senjata ampuh untuk meminimalisir korban dari personel militer. 

"Tapi secara istilah antara drone dan pesawat tanpa awak itu sangat jauh berbeda," kata Kepala Perencanaan PT Dirgantara Indonesia, Sonny Saleh Ibrahim, Jumat, 7 November 2014.

Sonny mengatakan, selama ini penggunaan istilah drone untuk pesawat tanpa awak tidak tepat. Menurutnya, pesawat tanpa awak yang kerap dipakai oleh militer Amerika Serikat tidak bisa disebut drone. Sebab, istilah tersebut mengacu pada penggunaan alat latih militer.

Menurut dia, drone digunakan sebagai alat latihan menembak menggunakan peluru kendali atau misil. Latihan itu biasanya dilakukan untuk menguji ketepatan tembak misil terhadap target di udara. Bentuk drone biasa kecil dan daya jelajahnya rendahnya. Hal itu karena memang tujuannya untuk dihancurkan sebagai sasaran tembak.

Adapun pesawat tanpa awak, kata Sonny, secara fisik lebih besar dan memiliki kemampuan tempur. Istilah yang digunakan bukan drone, melainkan Unmanned Aerial Vehicle alias UAV. "Jadi selama ini UAV disebut drone, padahal itu kurang tepat," kata dia.

UAV, disebut Sonny, jauh lebih canggih ketimbang drone. Meski sama-sama dikendalikan dari darat, daya jelajah dan kemampan UAV sangat mumpuni. Pengendalian UAV menggunakan frekuensi gelombang yang terhubung langsung ke satelit militer. Ini yang membuat operasional UAV bisa dilakukan pada jarak ribuan mil.

Salah satu contohnya adalah UAV yang digunakan Amerika Serikat selama operasi militer di Afghanistan. "UAV mereka dikendalikan dari Houston, tapi pesawatnya bisa beroperasi sampai ke Afghanistan," ujar dia.

Jumat, 07 November 2014

Indonesia Tertarik Beli Pesawat Tempur Su-35


Binjai Tech - Opsi pembelian pesawat tersebut telah dibicarakan dalam pertemuan perwakilan Kementerian Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro dengan Kepala Staf dan Komando Angkatan Udara Rusia pada pertengahan Januari lalu.

Yusgiantoro menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai pembelian Su-35 masih belum ditetapkan. Komando Angkatan Udara Indonesia juga tengah mempertimbangkan alternatif lain untuk menggantikan pesawat F-5 yang dinilai sudah menua. Selain Su-35, AU RI juga sedang mempelajari pesawat tempur JAS 39 Gripen buatan Swedia, pesawat F-16 Fighting Falcon Block 60, F-15 Silent Eagle dan F/A-18 Super Hornet asal AS, serta pesawat Rafale asal Prancis. Namun, Su-35 merupakan pilihan utama dari daftar kandidat tersebut.

Generasi Kelima

Semua pesawat tempur yang ikut serta dalam tender adalah pesawat paling modern dalam aviasi militer dunia. Jika pesawat tempur Amerika, Prancis, Swedia merupakan perwakilan generasi "4+”, Su-35 bisa disebut sebagai pesawat tempur generasi “5-". Artinya, Su-35 memenuhi kriteria dan spesifikasi pesawat tempur generasi baru secara maksimal, seperti halnya pesawat tempur F-22 Raptor dan F-35. Su-35 tersebut kerap disandingkan sebagai pesaing utama pesawat tempur AS Raptor.

Biro Konstruksi Sukhoi dengan rendah hati mengategorikan pesawat Su-35 ini sebagai generasi “4++”, yakni pesawat yang lebih unggul dari generasi ke empat, namun belum menjadi generasi kelima. Padahal, banyak pesaing dunia yang menyebut Su-35 sebagai pesawat masa depan.

Lebih Unggul

Tak mudah bagi orang awam untuk membedakan pesawat Su-35 dari Su-27, ataupun Su-30MK. Namun sesungguhnya, terdapat perbedaan signifikan antara tiap pesawat tersebut. Skema aerodinamika fuselage (badan pesawat) Su-35 merupakan konfigurasi paling muktahir dibanding para pendahulunya. Su-35 juga memiliki bentuk yang lebih ramping (konfigurasi Kanard) dibanding Su-27, serta tidak memiliki kemudi horizontal bagian hidung pesawat seperti Su-30. Kemudi horizontal yang dibuat pada pesawat Su-30MKI oleh India dapat meningkatkan kemampuan manuver pesawat. Dengan dilengkapi mesin pesawat jet yang memiliki thrust vector control, pesawat Su-30 merupakan pesawat tempur terbaik di dunia.

Manuver udara Cobra Pugachev adalah gerakan pada saat pesawat menambah ketinggian dan pada momen tertentu pesawat tersebut berhenti dan menggantung di udara dengan bertumpu pada ekor (seperti bentuk kepala ular kobra), lalu hidung pesawat mulai menurun seperti halnya daun jatuh, sambil berputar kembali ke posisi semula. Manuver ini tidak dapat dilakukan oleh satupun pesawat tempur lain di dunia. Sukhoi juga mampu melakukan akselerasi dan berhenti seketika sambil mengangkat seluruh permukaan badan pesawat menghadap belakang. Dari posisi tersebut, pesawat Sukhoi dapat melanjutkan penerbangan mereka dengan kecepatan minimum. Bila hal itu dilakukan oleh pesawat tempur lain, kemungkinan mereka akan jatuh.

Kemampuan taktis tersebut digunakan oleh pilot-pilot asal India saat melakukan latihan bersama dengan AU AS serta negara-negara lain. Di salah satu latihan tersebut, pilot India dapat mengalahkan pilot AS  yang mengendarai F-15C/D Eagle. Setelah pelaksanaan latihan bersama itu, Jendral AS Hal Homburg yang merupakan Kepala Komando Pertahanan Udara Angkatan Udara AS, dipaksa untuk mengakui bahwa hasil latihan tersebut menjadi kejutan besar bagi para pilot Amerika. “Kami ternyata bukan yang paling unggul di seluruh dunia. Pesawat tempur Su-30 MKI lebih baik dibanding F-15C. Angkatan udara negara yang memiliki pesawat tersebut tentu lebih kuat dan dapat menjadi ancaman bagi keadidayaan Amerika di udara pada masa yang akan datang,” ujar Homburg.

Kemampuan super manuver Su-35 didapat dari mesin pesawat 117S. Mesin tersebut dikembangkan dari pendahulunya, yakni mesin tipe AL-31F yang dipasang pada pesawat Su-27. Namun mesin 117S memiliki kekuatan dorong yang lebih besar, yakni 14,5 ton, sementara pendahulunya hanya memiliki kekuatan dorong 12,5 ton. Mesin ini juga memiliki keunggulan berupa sumber energi yang lebih besar dan penurunan pemakaian bahan bakar. Hal tersebut membuat mesin ini tidak hanya mampu memberikan kecepatan yang tinggi dan super manuver, tetapi juga kemampuan untuk membawa persenjataan lebih banyak. Mesin tersebut akan dipasang pada pesawat tempur seri pertama T-50 nantinya.

Pilot uji coba Biro Konstruksi Sukhoi Sergey Bogdan mengatakan, pada saat penerbangan pertama Su-35, mereka ditemani oleh pesawat Su-30MK. Ini membuat mereka dapat membandingkan kemampuan mesin masing-masing pesawat. Pada saat penerbangan tersebut, Su-35 melakukan percepatan maksimum dalam moda tanpa pembakaran lanjut, sedangkan Su-30MK harus mengejarnya dengan menggunakan moda pembakaran lanjut karena beberapa kali tertinggal dari Su-35. "Ini merupakan keunggulan tersendiri bagi Su-35 yang dapat memberi keuntungan dan kemampuan lebih besar saat melakukan pertempuran di udara," tutur Bogdan.

Dibanding Su-27, kabin pesawat Su-35 tidak memiliki komponen analog dengan jarum penunjuk. Penunjuk analog tersebut digantikan oleh kristal cair berwarna. Petunjuk itu sama seperti televisi dalam mode Picture in Picture, yakni terdapat layar-layar yang menunjukkan semua informasi yang dibutuhkan oleh para pilot. Semua komponen hidrodinamika pengendali mesin penghasil tenaga digantikan dengan komponen elektronik. Para perancang pesawat mengatakan bahwa hal tersebut tidak hanya menghemat tempat dan beban pesawat, tetapi juga dapat membuat mesin pesawat tersebut bisa dikendalikan menggunakan kontrol jarak jauh. Itu berarti peran pilot sudah tidak dominan, karena komputer akan menentukan dengan kecepatan berapa dan moda mesin seperti apa yang akan digunakan untuk mengejar sasaran, serta pada momen apa saja pilot diizinkan menggunakan senjata.

Adapun mode penerbangan kompleks, seperti penerbangan di ketinggian yang sangat minim dengan relief permukaan yang berbukit, dapat dilakukan oleh pesawat Su-35. Selain itu, sistem komputer juga menjaga agar pilot menggunakan senjata tanpa membahayakan pesawat itu sendiri atau agar pesawat tidak lepas kendali. Su-35 juga dilengkapi dengan sistem radar Active Electronically Scanned Array muktahir milik T-50. Sistem radar serupa hanya dimiliki oleh pesawat F-22, dan kemungkinan juga akan dimiliki oleh Rafale. Berkat sistem radar tersebut, Su-35 dapat melihat semua hal yang ada di udara dan di darat dalam radius beberapa ratus kilometer. Su-35 dapat mengikat 30 sasaran sambil mengarahkan senjatanya pada sepuluh sasaran tersebut.

Komoditas Ekspor

Para pakar ahli yakin bahwa F-22 maupun T-50 tak akan menjadi komoditas ekspor. Harga satu unit Raptor mencapai 133,1 juta dolar AS, dan T-50 juga bukanlah pesawat murah. Adapun Su-35 yang merupakan generasi setelah “4+” ini dibanderol 30-38 juta dolar AS, yang menjadikan pesawat tersebut sebagai primadona ekspor berlabel “generasi 5-". Ini bukan hanya sebuah langkah pemasaran yang cantik, namun Su-35 memang dibuat untuk melampaui pesawat tempur generasi “4+” asal Eropa seperti Rafale dan Eurofighter 2000, serta pesawat tempur yang sudah dimodernisasi buatan Amerika yakni F-15, F-16, dan F-18. Selain itu, pesawat Su-35 juga mampu menandingi pesawat generasi kelima, seperti F-35 dan F-22A. Hal tersebut diakui oleh para pakar dunia Barat, berdasarkan data-data pemodelan komputer. Kemungkinan fakta inilah yang menarik perhatian badan militer Indonesia.

Kamis, 06 November 2014

Radar Indonesia Belum Bisa Deteksi Pesawat Super Sonic

Binjai Tech - Dalam beberapa hari terakhir, TNI AU berhasil memaksa turun tiga pesawat asing yang melintas di kawasan Udara Indonesia. Pesawat yang berhasil diamankan adalah pesawat Beechcraft, pesawat asing komersial jenis Cessna, dan pesawat jet pribadi asal Arab Saudi.

Pengamat Militer Muhajir Efendi mengapresiasi hal tersebut. Sikap TNI AU ini adalah bentuk kemajuan terhadap dari sistem radar Indonesia dan ini menunjukkan bahwa kekuatan TNI AU mumpuni terutama dalam teknologi radar.

"Yang dilakukan sudah benar karena memang melanggar teritorial dengan terbang tanpa izin, makanya TNI AU memaksa turun pesawat-pesawat asing. Tentunya, pesawat asing melintas di wilayah Udara Indonesia tidak hanya saat ini saja," kata pria yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kepada Okezone, Selasa (4/11/2014).

Sikap TNI AU, menurut pria yang pernah mengenyam pendidikan pendek tentang pertahanan negara di Pentagon, USA, itu tidak akan mengganggu hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain.

Muhajir menilai, Wilayah Udara Indonesia yang perlu diwaspadai tidak hanya pesawat-pesawat konvensional saja, melainkan pesawat-pesawat yang berteknologi tinggi. Radar TNI AU harus diperbaiki untuk mendeteksi pesawat super sonic dan pesawat siluman yang melintas di wilayah Udara Indonesia.

"Kemungkinan besar ada yang melintas. Dugaan saya, kita bukannya jarang memperhatikan wilayah Udara tapi karena teknologi radar Indonesia kurang mumpuni. Ke depan harus ada perbaikan," ujarnya.

Sebelumnya, tiga pesawat dipaksa mendarat oleh TNI AU, yaitu pesawat Beechcraft dan pesawat asing komersial jenis Cessna. Terakhir Pesawat jet Gulfstream HZ-103 asal Arab Saudi juga dipaksa turun namun sekitar pukul 22.42 Wita, diperbolehkan terbang sekira setelah membayar denda Rp60 juta dan melengkapi dokumen surat izin terbang di Indonesia.

Senin, 03 November 2014

Konsep Pesawat Masa Depan Tidak Miliki Jendela

Binjai Tech - Konsep pesawat komersil di masa depan dirancang tanpa menggunakan jendela. Bakal seperti apa? Nyamankah?

DesignBoom melansir, sebuah konsep pesawat masa depan tengah dirancang tapi tidak menggunakan jendela penumpang. Namun kabin penumpang akan memiliki fitur display interaktif dan juga layar HD.

Meski tak ada jendela, di pesawat ini para penumpang juga tetap bisa melihat pemandangan di luar melalui tampilan video live-streaming yang direkam oleh kamera di luar, dan ditampilkan di dalam kabin.

Selain itu, layar HD interaktif di kabin juga menampilkan user-interface (UI) berteknologi augmented-reality.

Demo teknologi ini diperagakan oleh sebuah perusahaan asal Inggris bernama Centre For Process Innovation.

Menurut pihak Centre For Process Innovation, kabin pesawat tanpa jendela penumpang bakal menjadikannya lebih kuat dan ringan; yang jika ringan tentu akan menghemat bahan bakar.


Pergi ke Pub Dengan Mengendarai Pesawat

Binjai Tech - Seorang warga Australia membuat heboh karena pergi ke pub akhir pekan lalu dengan mengendarai sebuah pesawat ringan. Ia datang ke pub di kota kecil Newman kawasan Pilbara, Australia Barat, tidak menerbangkan pesawatnya tapi mengendarainya seperti mobil.

Pesawat jenis Beachcraft itu sendiri tidak memiliki sayap dan ukurannya cukup kecil, hanya memiliki dua kursi.

Menurut saksi yang melihatnya, pesawat ini dikendarai pemiliknya seperti layaknya mobil, dan menempuh perjalanan beberapa kilometer sebelum tiba di Hotel Newmann, Jumat (31/10/2014) pukul 2 siang.

Tampaknya, sayap pesawat itu telah dilepas dan kemungkinan besar memang tidak bisa terbang.

Menurut Sersan Mark Garner dari kepolisian setempat, polisi menganggap hal ini sebagai sesuatu yang serius, mengingat pada saat kejadian banyak anak-anak yang pulang sekolah.

Ia menjelaskan, polisi kini memeriksa rekaman CCTV yang ada, dan telah berbicara dengan pria yang mengendarai pesawat tersebut.

"Saat tiba di lokasi petugas kami menemukan pesawat itu terparkir di depan pub," kata Sersan Garner.

"Tapi kami tidak menemukan siapa-siapa dalam pesawat itu," tambahnya.

Setelah bertanya kepada sejumlah orang di sekitar lokasi, akhirnya polisi menemukan pelaku, seorang pria berusia 37 tahun.

Selain tidak memiliki sayap, pesawat ini juga rupanya tidak memiliki setir sehingga polisi menyebutnya justru makin berpotensi membahayakan.

"Tentu saja berbahaya mengendarai pesawat sepanjang Jalan Newman Drive, mengingat anak-anak pulang sekolah pada saat itu," ujar Sersan Garner.

"Memang ini hanya kota kecil Newman, tapi tetap saja berbahaya bagi arus lalu-lintas yang ada," tambahnya.

Belum diketahui apakah pria yang tak disebutkan namanya itu akan dikenai tuntutan hukum atas perbuatannya.

Pergi ke Pub Dengan Mengendarai Pesawat

Binjai Tech - Seorang warga Australia membuat heboh karena pergi ke pub akhir pekan lalu dengan mengendarai sebuah pesawat ringan. Ia datang ke pub di kota kecil Newman kawasan Pilbara, Australia Barat, tidak menerbangkan pesawatnya tapi mengendarainya seperti mobil.

Pesawat jenis Beachcraft itu sendiri tidak memiliki sayap dan ukurannya cukup kecil, hanya memiliki dua kursi.

Menurut saksi yang melihatnya, pesawat ini dikendarai pemiliknya seperti layaknya mobil, dan menempuh perjalanan beberapa kilometer sebelum tiba di Hotel Newmann, Jumat (31/10/2014) pukul 2 siang.

Tampaknya, sayap pesawat itu telah dilepas dan kemungkinan besar memang tidak bisa terbang.

Menurut Sersan Mark Garner dari kepolisian setempat, polisi menganggap hal ini sebagai sesuatu yang serius, mengingat pada saat kejadian banyak anak-anak yang pulang sekolah.

Ia menjelaskan, polisi kini memeriksa rekaman CCTV yang ada, dan telah berbicara dengan pria yang mengendarai pesawat tersebut.

"Saat tiba di lokasi petugas kami menemukan pesawat itu terparkir di depan pub," kata Sersan Garner.

"Tapi kami tidak menemukan siapa-siapa dalam pesawat itu," tambahnya.

Setelah bertanya kepada sejumlah orang di sekitar lokasi, akhirnya polisi menemukan pelaku, seorang pria berusia 37 tahun.

Selain tidak memiliki sayap, pesawat ini juga rupanya tidak memiliki setir sehingga polisi menyebutnya justru makin berpotensi membahayakan.

"Tentu saja berbahaya mengendarai pesawat sepanjang Jalan Newman Drive, mengingat anak-anak pulang sekolah pada saat itu," ujar Sersan Garner.

"Memang ini hanya kota kecil Newman, tapi tetap saja berbahaya bagi arus lalu-lintas yang ada," tambahnya.

Belum diketahui apakah pria yang tak disebutkan namanya itu akan dikenai tuntutan hukum atas perbuatannya.